Skip to main content

Tetap menjaga hormat dan kasih sayang kepada ibu adalah prinsip yang tak tergoyahkan, bahkan bagi mereka yang dihormati sebagai ulama besar. Kisah inspiratif seorang ulama yang tetap melayani ibunya, meski sedang memberikan pengajaran di hadapan banyak orang, menjadi cerminan keindahan ajaran Islam.

Dalam sebuah pengajian yang dipimpin oleh ulama terkemuka Haiwah bin Syarih, yang tercatat dalam kitab Shalah al-Ummah fi Uluww al-Himmah karya Sayyid Husain al-‘Affani, terjadi momen istimewa. Saat sedang berbicara di hadapan audiens yang hadir dengan khidmat, ulama tersebut mendadak meninggalkan majelisnya ketika ibunya memanggil untuk memberi makan ayam.

Kisah ini menarik perhatian terutama di bulan Ramadhan, sebagai pengingat akan pentingnya pengabdian kepada orang tua. Tindakan ulama besar ini mencerminkan kesetiaan dan penghormatan yang mendalam, menyiratkan bahwa bahkan kesibukan sekalipun tidak boleh menghalangi kewajiban kita kepada orang tua.

Dengan demikian, kisah ulama yang berbakti kepada ibunya dalam segala keadaan menjadi inspirasi bagi semua, memperkuat nilai-nilai penghormatan dan kasih sayang dalam ajaran Islam.

Kisah Ulama Besar: Dakwah Terhenti Saat Ibunya Memanggil Untuk Memberi Makan Ayam

 

وكان حيوة بن شريح -وهو أحد أئمة المسلمين- يقعد في حلقته يُعلِّم الناس، فتقول له أُمُّه: قُم يا حيوة فألقِ الشعير للدجاج، فيقوم ويترك المجلس . Artinya: Suatu ketika Haiwah bin Syarih -salah seorang imam kaum Muslim- sedang mengadakan halaqoh menyampaikan ilmu di depan banyak orang. Tiba-tiba sang ibu berseru dan memerintahnya, “Berdirilah Haiwah, sebarkan gandum untuk ayam jantan itu!”

Haiwah pun berdiri dan meninggalkan pengajiannya. (Sayyid Husain al-‘Affani, Shalah al-Ummah fi Uluww al-Himmah, Beirut: Muassasah al-Risalah, t.t., juz 5, hal. 653)

Baca Juga  Edisi Parenting Pendidikan Karakter Anak : Lomba Mewarnai di Sekolah Alam School of Universe (SOU) Parung, Bogor

Haiwah bin Syarih (w. 775 M.) bukan orang sembarangan. Ia adalah seorang ulama agung dari Mesir dan imam besar bagi umat Islam pada masanya. Ia merupakan cendekiawan Muslim (faqih), ahli ibadah, dan seorang ahli hadis (muhaddits) terpercaya dari generasi tabi’ al-tabi’in.

Tabi tabi’in adalah di antara tiga kurun terbaik dalam sejarah Islam, setelah tabi’in dan shahabat. Dalam Siyar A’lam al-Nubala’ (juz 6, hal. 405), Imam al-Dzahabi mencatat beberapa riwayat tentang Haiwah bin Syarih.

Inilah Kisah Ulama Besar yang Berbakti Kepada Orangtua, Sangat Bagus Untuk Dicontoh

Di antaranya adalah sebagai berikut.

Haiwah merupakan sosok yang low profile (tawadlu), ia tidak suka memperlihatkan ilmunya. Dalam sebuah riwayat disebutkan: قال ابن وهب: ما رأيت أحدا أشد استخفاء بعمله من حيوة ، وكان يعرف بالإجابة ، يعني في الدعاء . Artinya: Ibnu Wahab berkata, “Belum pernah aku melihat orang yang paling merahasiakan kecakapan ilmunya kecuali pada diri Haiwah. Doanya diijabah (mudah dikabulkan).”

Selain dikenal sebagai sosok yang tawadlu, ia juga dikenal sebagai sosok yang doanya mustajab (dikabulkan seketika itu juga). Dalam Tadzhib al-Kamal, Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizzi mencatat sebuah riwayat berikut: وقال أحمد بن سهل الأردني، عن خالد بن الفزر: كان حيوة بن شريح دعاء من البكائين، وكان ضيق الحال جدا، فجلست إليه ذات يوم، وهو متخل وحده يدعو، فقلت: رحمك الله، لو دعوت الله أن يوسع عليك في معيشتك؟! فالتفت يمينا وشمالا فلم ير أحدا، فأخذ حصاة من الأرض، فقال: اللهم فالتفت يمينا وشمالا فلم ير أحدا، فأخذ حصاة من الأرض، فقال: اللهم اجعلها ذهبا، فإذا هي والله تبرة في كفه ما رأيت أحسن منها فرمى بها إلي وقال: ما خير في الدنيا إلا للآخرة.

Baca Juga  Kisah Nyata, Kisah Hikmah Kehidupan, Kisah Parenting Dalam Pusaran Air

Ulama Besar Yang Banyak Berdo’a dan Mudah Menangis

Ahmad bin Sahl al-Ardani dari Khalid bin al-Fazr, berkata, “Haiwah bin Syarih adalah orang yang banyak berdoa, mudah menangis (saking lembut hatinya -pen) dan orang yang fakir. Pada suatu hari saya sedang duduk. Aku melihat Haiwah seorang diri sedang berdoa.” “Aku berkata padanya, ‘Semoga Allah merahmatimu, berdoalah kepada Allah agar kondisi ekonomimu membaik?!’

Ia pun menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang. Lalu ia mengambil sebuah kerikil dan berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah emas’. Seketika kerikil itu berubah menjadi emas murni. Belum pernah aku melihat yang lebih indah darinya.

Haiwah pun melemparkan emas itu ke arahku. “Aku tidak butuh ini!” tegas Haiwah. (Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tadzhib al-Kamal, juz, 7, hal. 481) Kisah Haiwah di atas penting untuk kita renungi dan menjadi teladan dalam berbakti kepada orang tua.

Hormat Kepada Orang Tua: Pelajaran dari Ulama Besar

Sebagai seorang ulama besar yang disegani dan dihormati, Haiwah tetap memperlihatkan rasa hormat yang tinggi terhadap orang tuanya. Bahkan di tengah-tengah pengajian akbar yang dipimpinnya, ia dengan rendah hati memberi makan ayam dengan tangannya sendiri. Meskipun mungkin bisa meminta bantuan orang lain untuk melakukannya, bagi Haiwah, ini adalah kesempatan istimewa untuk mematuhi perintah ibunya yang telah membesarkannya.

Baca Juga  Kisah Hikmah Sedekah, Kisah Nyata Kehidupan, Wanita dan Sandal

Kisah Ulama Besar yang Disuruh Memberi Makan Ayam Oleh Ibunya. Begitu banyak pesan dan hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini

Tindakan tersebut menunjukkan keluhuran akhlak Haiwah, yang kemudian dibalas dengan kelebihan oleh Allah swt, termasuk keilmuan yang luas dan penerimaan doa yang cepat. Sebagai seorang guru, ia tidak hanya memberikan pelajaran kepada murid-muridnya, tetapi juga memberikan contoh langsung tentang pentingnya berbakti kepada orang tua, tanpa memandang tempat dan waktu.

Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya hormat kepada orang tua dalam ajaran agama, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.”

Ulama Besar Yang Mengutamakan Adab di Atas Ilmu

“Haiwah tidak hanya dikenal sebagai seorang yang mengutamakan ilmu, tetapi juga sebagai pribadi yang memperhatikan pembentukan karakter. Bagi Haiwah, ilmu tanpa adab adalah sia-sia. Ini adalah pelajaran berharga yang dia peroleh dari ibunya, seorang yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur.

Perintah untuk memberi makan ayam mungkin bukan hal baru bagi Haiwah. Sejak kecil, ibunya telah mendidiknya untuk bertanggung jawab dan menghormati orang tua. Tindakan ini bukan sekadar perintah, tetapi bagian dari proses pendidikan yang telah diajarkan sejak dini.”

ini hanyalah salah satu dari Kisah Ulama Besar salaf dalam berbakti kepada orang tua, tentunya masih banyak lagi kisah seperti ini yang bertebaran di buku atau artikel online.

 

Leave a Reply